Betapa Dermawannya Pesepak Bola Ini. SIapa Dia? Ikuti Kisahnya Disini


Sadio Mane

Beberapa hari yang lalu, Cesc Fabregas membuat sesi QnA di akun Twitter pribadinya. Salah satu followers bertanya, menurut Fabregas, siapa pemain terbaik Liga Inggris saat ini. Mantan pemain Arsenal yang kini membela AS Monaco itu menjawab: Sadio Mane.

Ya, Sadio Mane-lah orangnya, dimana kemampuannya dalam mengolah bola menjadi pembeda yang membuatnya istimewa di mata siapapun termasuk bagi pesepak bola terkenal lainnya. Bukan hanya terkait soal membuat gol. Sadio Mane menjadi gambaran kerja keras, dedikasi, kecerdasan, keberanian, dan rendah hati yang biasanya memang disukai para ahli.

Sebuah aspek yang sebetulnya sudah tertanam betul di dalam diri Sadio Mane sejak remaja. Dia berasal dari keluarga yang tidak mengenal sepak bola. Benar, ada kompetisi lokal di desanya dan Mane dianggap sebagai pemain terbaik. Namun, dia tidak benar-benar mendapat dukungan dari keluarga. Tidak mau menunggu nasib berubah dengan sendirinya, Mane mengambil inisiatif.

France Football pernah menulis kalau pemain yang kini berusia 27 tahun itu berjalan sangat jauh dari desanya untuk bertemu seorang teman. Dari teman ini, Sadio Mane meminjam sejumlah uang untuk naik bus menuju Dakar, ibu kota Senegal. Di sana, dia ingin ikut sebuah trial masuk ke akademi bernama Generational Foot. Akademi yang juga melahirkan Diafra Sakho dan Papiss Cisse.

Mane berasal dari keluarga sangat miskin di sebuah desa bernama Sedhiou. Usianya ketika menempuh perjalanan jauh ke Dakar adalah 15 tahun. Dia sudah punya kesadaran bahwa untuk mengubah hidup, sebuah aksi harus dilakukan. Dia berinisiatif untuk berjuang.

Remaja berusia 15 tahun itu datang dengan sepatu tua. Mane memperbaiki sepatu tua itu sendiri. Sebuah inisiatif yang justru membuat sepatu tua itu terlihat semakin menyedihkan. Dia juga tidak punya celana pendek yang biasa dipakai untuk sepak bola. Dia datang apa adanya berbekal keyakinan akan kualitas dirinya sendiri.

Satu kejadian yang tidak ditulis Goal, dijelaskan oleh France Football. Sebelum mendapatkan kesempatan bermain di trial itu, Sadio Mane menjadi bahan tertawaan peserta lain. Saat itu, ada 200 hingga 300 anak yang ikut trial. Rata-rata berasal dari keluarga yang bisa menyediakan sepatu dan celana pendek yang layak untuk bermain sepak bola.

“Aku tidak terlihat seperti pesepak bola.” Banyak orang yang tertawa melihat penampilan dirinya, sembari meragukan impian Mane menjadi pesepak bola.

Perjuangan Sadio Mane tidak berhenti di trial itu. Ketika masuk ke akademi, dia harus pindah dan hidup di Dakar. Dia lalu tinggal bersama keluarga yang tidak dia kenal. “Keluargaku kenal dengan sebuah keluarga di Dakar dan mereka menerimaku di rumahnya. Mereka merawatku. Membuatnya bisa berkonsentrasi ke sepak bola sampai aku pindah ke Metz.”

Jauh dari keluarga. Tinggal bersama keluarga yang tidak dia kenal. Di usia 15 tahun. Sadio Mane meninggalkan desanya yang miskin untuk berjuang sendirian di Dakar. Banyak pesepak bola bagus di luar sana. Namun, pesepak bola kelas elite memang ditempa oleh keadaan atau lingkungan yang keras.

Satu hal menjadi benang merah di antara pesepak bola yang ditempa situasi sulit. Mereka tidak pernah lupa dengan asal. Mereka juga selalu menyimpan nama-nama yang pernah berjasa di awal karier sampai akhir hayat. Ketika dinobatkan menjadi pemain terbaik Afrika 2019, orang-orang di desa Sadio Mane, Bambaly di Senegal sampai mengadakan nonton bareng untuk menyaksikan sang idola memenangkan penghargaan tersebut, dan setelah itu Sadio Mane langsung ingin terbang ke Senegal untuk mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang membantunya di awal karier.

Melihat reaksi orang-orang di desanya yang sangat mengidolakannya, tidak mengherankan jika mereka begitu mencintai Mane, karena dirinya tidak melupakan warga desanya tersebut. Fyi Mane telah membangun sekolah senilai Rp.4,1 miliar selain itu Mane juga membangunkan rumah sakit, masjid serta stadion. Mane juga rutin memberikan bantuan senilai Rp.1,2 juta/bulan untuk keluarga yang kurang mampu serta pakaian gratis untuk semua anak-anak.

Sadio Mane: "Untuk apa saya membeli 10 mobil Ferrari, 20 jam tangan berlian, atau dua jet pribadi? Apa yang barang-barang itu bisa lakukan untuk saya dan dunia? Saya pernah kelaparan di masa kecil dan saya harus bekerja keras di lapangan".

"Saya bisa selamat dari masa-masa sulit, bermain sepak bola tanpa sepatu, bahkan saya tak berpendidikan tinggi. Tapi, apa yang saya dapat saat ini dari sepak bola, saya bisa membantu banyak orang".

"Saya tak butuh mobil-mobil mewah, rumah mewah, jalan-jalan ke luar negeri, atau jet pribadi. Saya lebih suka orang-orang bisa menerima sedikit dari apa yang kehidupan sudah berikan kepada saya".

Sekarang Sadio Mane sudah menjadi pesepak bola kelas elite. Namun, dirinya akan tetap menjadi “sepatu koyak dan celana pendek sederhana”. Dia bermain dengan kepercayaan kepada dirinya sendiri. Dia tidak lupa dengan tanggung jawab dan memberikan segalanya kapan saja. Dia rendah hati dan tidak lupa dengan akarnya. Kesederhanaan dan rendah hati yang membuatnya menjadi pemain yang mudah dicintai seperti Firmino atau Mo Salah.

Fabregas memandang Sadio Mane sebagai pemain terbaik di Inggris. Saya rasa, pandangan itu tidak salah. Pesepak bola terbaik tidak hanya diukur dari kualitasnya di atas lapangan, tetapi juga dari kualitas hati dan dedikasi.



dari berbagai sumber

0 Response to "Betapa Dermawannya Pesepak Bola Ini. SIapa Dia? Ikuti Kisahnya Disini"

Post a Comment