Rabi'ah Al Adawiyah Wanita Suci Yang Rela Tak Menikah Bahkan Raja & Ulamapun Ditolak


Rabi'ah Al Adawiyah Wanita Suci Yang Rela Tak Menikah

Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang sufi yang mengusung mazhab cinta. Cintanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala begitu dalam dan kuat, sehingga Ia tidak mampu mencintai yang lainnya karena cintanya hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Wanita suci ini sama sekali tidak memikirkan dirinya untuk menikah. Sebab, menurut Rabi’ah, jalan tidak menikah merupakan tindakan yang tepat untuk melakukan pencarian Tuhan tanpa harus dibebani oleh urusan-urusan keduniawian.

Menurut Abdul Mun’in Qandil, Rabi’ah termasuk dalam kelompok manusia yang mempunyai naluri yang tinggi, melebihi manusia biasa. Keinginannya yang bersifat manusiawi telah tunduk dan menyerah di bawah keinginan yang suci karena kebutuhan hidupnya yang sangat mendasar sudah tidak sama dengan manusia-manusia lainnya.

Dorongan sexsual tidak lagi sebagai gangguan dalam dirinya, sekalipun tidak terpenuhi dengan perkawinan. Kondisi demikian dalam psikologi dapat disebut dengan substitusi yaitu suatu cara untuk menghilangkan sebab-sebabnya. Keinginan Rabi’ah yang bersifat manusiawi telah dialihkan atau dipuaskan (disubstitusikan) dengan rasa cinta kepada Allah Swt. Padahal, tidak sedikit laki-laki yang berupaya untuk mendekati Rabi’ah dan bahkan meminangnya.

Di antaranya adalah Abdul Wahid bin Zaid, seorang yang dihormati dan berpengaruh dalam masyarakat pada waktu itu. Abdul Wahid meminta temannya untuk menjadi perantara kepada Rabi’ah namun ketika perantara itu menemuinya Rabi’ah kemudian berkata: “Wahai orang yang bernafsu kepadaku, carilah wanita yang bernafsu sepertimu."

Laki-laki lain yang pernah mengajukan lamaran kepada Rabi’ah adalah Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah (w. 172 H). Untuk berusaha mendapatkan Rabi’ah sebagai istrinya, laki-laki itu sanggup memberikan mahar perkawinan sebesar 100 ribu dinar dan menulis surat kepada rabi’ah kepada Rabi’ah bahwa ia masih memiliki gaji sebanyak 10 ribu dinar tiap bulan. Tetapi dijawab oleh Rabi’ah, ”Aku sungguh tidak merasa senang bahwa engkau akan menjadi budakku dan semua milikmu akan engkau berikan kepadaku, atau engkau akan menarikku dari Allah meskipun hanya untuk beberapa saat.”

Dalam kisah lain disebutkan, ada laki-laki sahabat Rabi’ah bernama Hasan al-Bashri yang juga berniat sama untuk menikahi Rabi’ah. Bahkan para sahabat sufi lain di kota itu mendesak Rabi’ah untuk menikah dengan sesama sufi pula.

Karena desakan itu, Rabi’ah lalu mengatakan, “Baiklah, aku akan menikah dengan seseorang yang paling pintar di antara kalian.”

Mereka mengatakan Hasan al-Bashri lah orangnya. Setelah itu, datanglah Hasan al-Bashri menemui Rabi'ah dan mengatakan untuk menjadikan Rabi'ah sebagai istrinya.

Rabi’ah kemudian mengatakan kepada Hasan al-Bashri, “Jika engkau dapat menjawab empat pertanyaanku, aku pun akan bersedia menjadi istrimu.”

Hasan al-Bashri berkata, “Bertanyalah, dan jika Allah mengizinkanku, aku akan menjawab pertanyaanmu.”

“Pertanyaan pertama,” kata Rabi’ah, “Apakah yang akan dikatakan oleh Hakim dunia ini saat kematianku nanti, akankah aku mati dalam Khusnus Khatimah atau Suul Khatimah?”

Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dapat menjawab.”

“Pertanyaan kedua, “Apa yang akan Anda katakan, jika ragaku telah diletakkan di bumi pemakaman, dan telah menanyaiku Munkar-Nakir, apakah aku mampu menjawab pertanyaan darinya?”

Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.”

Rabi’ah al-Adawiyah mengajukan pertanyaan yang ketiga: Jika manusia telah diarak, di akhirat kelak, masing-masing dari mereka menerima kitab amal perbuatannya. dan aku telah benar-benar menerima kitab amal-perbuatanku, ditangan mana aku menerimanya, apakah tangan kiri atau tangan kanan?

Hasan kembali menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Tahu.“

Pertanyaan terakhir, pada saat Hari Perhitungan nanti, “Jika telah dipanggil manusia, beberapa diantara mereka ada yang di syurga, ada yang dineraka, dimanakah aku berada diantara dua golongan ini?”

Hasan lagi-lagi menjawab seperti jawaban semula bahwa hanya Allah saja Yang Maha Mengetahui semua rahasia yang tersembunyi itu.

Setelah semua pertanyaan, dijawab oleh Hasan Basri. Rabi’ah mengatakan: Seseorang yang baginya ghaib tentang empat hal ini, bagaimana dia disibukkan dengan pernikahan? Wahai Hasan. Rabi’ah melanjutkan perkataannya. Kabarkan kepadaku, berapa bagian Allah Membagi akal?

"Sepuluh bagian" kata Hasan Bashri. yaitu; sembilan bagian diperuntukkan laki-laki dan satu bagian diperuntukkan perempuan.

"Lalu, berapa bagian Allah membagi nafsu?", Tanya kembali Rabi’ah.

"Sepuluh bagian." jawab Hasan Basri. yaitu; sembilan bagian diperuntukkan perempuan dan satu bagian diperuntukkan laki-laki.

“Wahai Hasan” kata Rabi’ah, aku dianugrahi kemampuan menjaga sembilan bagian nafsu dengan satu bagian akal, dan engkau tidak mampu menjaga satu bagian nafsu dengan sembilan bagian akal. Hasan Bashri. Waliyullah, Ulama’, Ahl Haqiqah diangkatan tabi’in ini menangis dari apa yang dikatakan Rabi’ah al-Adawiyah. dan Dia-pun keluar dari kediaman Rabi’ah.



dari berbagai sumber

0 Response to "Rabi'ah Al Adawiyah Wanita Suci Yang Rela Tak Menikah Bahkan Raja & Ulamapun Ditolak"

Post a Comment