Jeritan Hati Seorang Perawan Tua
Oct 5, 2018
Add Comment
Ini adalah sebuah kisah nyata yang menceritakan tentang jeritan hati seorang perawan tua dari kota Madinah Al Munawaroh. Cerita ini begitu penuh dengan palajaran dan inspirasi bagi para perempuan agar tidak anti poligami. Karena sebenarnya poligami itu sesuatu yang halal asalkan bisa berlaku adil. Untuk mengetahui kisah lengkapnya, silahkan simak cerita di bawah ini:
”Semula aku sangat bimbang sebelum menulis tulisan ini dikarenakan ketakutan ku terhadap kaum wanita karena aku tahu mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Aku akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas".
"Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, aku seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu aku membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan.. dan".
"Aku adalah salah seorang yang sangat memerangi ta’adud (poligami). Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang kedua”, tanpa sadar aku mendoakan agar ia celaka. Aku berkata, “Kalau aku adalah istrinya yang pertama ,pastilah aku akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku’. Aku sering berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta’addud. Mereka berusaha agar aku mau menerima ta’addud, sementara aku tetap keras kepala tidak mau menerima syari’at ta’addud. Aku katakan kepada mereka, ‘Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”. Terkadang aku menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami istri karena ia ingin memadu istri pertamanya, aku menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya".
"Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Aku menanti… akan tetapi ia belum juga datang dan akupun masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30 tahun… oh Illahi, apa yang harus kuperbuat ? , Apakah aku harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki ? , aku tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan kukerjakan ? , Tidak ada yang bisa ku perbuat, selain dari menunggu".
"Pada suatu hari ketika sedang duduk-duduk, aku mendengar salah seorang dari wanita berkata, ‘Fulanah jadi perawan tua”. Aku berkata kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”, akan tetapi… fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi ! , Sesungguhnya itu adalah namaku… aku telah menjadi perawan tua. Bagaimanapun aku melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya. Aku dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua. Aku mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang kukerjakan ?".
"Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan akupun ingin menjerit. Aku ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat ku bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku… Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami. Aku ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan. Akan tetapi, aku tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”. Tidak ada yang bisa kulakukan selain daripada diam. Aku tertawa… akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin aku tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api ? , Aku tidak sanggup".
"Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari ini telah datang calon pengantin, tapi aku menolaknya…” Tanpa terasa aku berkata, “Kenapa kamu lakukan ? , Itu tidak boleh ! ” , Ia berkata kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan aku tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. Hampir saja aku berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” , Aku rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… Kedua tanganku di dalam api. Aku setuju, ya aku yang dulu memerangi ta’addud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat" ".
"Sekarang aku mengetahui hikmah dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain ? , Ya Allah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya aku dahulu tidak mengetahui. Kata-kata ini kutujukan untuk kaum laki-laki, “Berta’addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil. Aku ingatkan kalian dengan firman-Nya, “… Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu…” Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami ”.
"Dan kata-kata berikut aku tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua. Aku harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Aku tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu ”.
"Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya”. Aku katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya ”.
"Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi.” Aku katakan kepadamu, “Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri ”.
Demi Allah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu “Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih.”
SubhanAllah...
sumber: Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H
0 Response to "Jeritan Hati Seorang Perawan Tua"
Post a Comment