Hanya Untuk Mencium Tangan Ibu
Nov 13, 2017
Add Comment
Meskipun berkali-kali membaca kisah ini, tetap saja air mata tak terbendung. kisah nyata yang dialami oleh salah satu master motivator
Indonesia, Jamil Azzaini. HARI itu, saya menggunakan jasa taxi, Blue Bird. Begitu saya
naik taxi sang driver menyapa dengan kata-kata yang lembut dan bahasa tubuh
yang mengesankan.
Semakin saya ajak ngobrol, saya semakin “jatuh cinta” dengan
driver itu. Dalam hati saya bergumam, “Pasti ada sesuatu di dalam diri driver
ini sehingga pribadinya begitu mempesona. Saya ingin banyak belajar dengan
driver ini.”
Agar punya kesempatan yang lebih luas untuk ngobrol, driver
ini saya ajak makan siang di salah satu restoran kesukaan saya di Bogor.
Awalnya dia menolak, tetapi setelah saya “paksa” akhirnya ia bersedia menemani
saya.
Ketika saya tanya mau pesan apa, dia menjawab, “Terserah
bapak.” Driver itu saya pesankan menu sama persis dengan pesanan saya: Sate
kambing tanpa lemak dan sop kambing, masing-masing satu mangkok.
Sebelum makan saya bertanya, “Tinggal dimana?” Dia menjawab,
“Balaraja Tangerang.”
“Berapa jam perjalanan ke pool?” sambung saya.
Diapun menjawab, “Empat jam.” Saya terkejut, “Hah! Empat
jam? Pergi pulang delapan jam. Kenapa gak nginep saja di pool?” Dia segera
menjawab, “Saya harus menjaga ibu saya.”
“Menjaga ibu?” batinku. Bagaimana mungkin menjaga ibu,
sampai rumah jam 23.30 berangkat kerja jam 03.30 dini hari?
Untuk mengurangi rasa penasaran, kemudian saya bertanya
lagi, “Bukannya sampai rumah ibu sudah tidur, berangkat ibu belum bangun?”
Dengan agak terbata dia menjawab, “Setiap saya berangkat ibu
sudah bangun. Saya hanya ingin mencium tangan ibu setiap pagi sebelum berangkat
kerja, sambil berdoa semoga saya bisa membahagiakan ibu.”
Jawaban itu menusuk sanubariku, hanya sekedar mencium tangan
ibu dan mendoakannya ia rela menempuh perjalanan delapan jam setiap hari.
Sayapun ke belakang sejenak menghapus air mata yang mengalir
di pipi. Kemudian saya bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan untuk
membahagiakan ibu?”
Dengan lembut ia menjawab, “Saya sudah daftarkan umroh di
kantor.”
“Maksudnya?” seru saya. Ia menjawab, “Kalau saya berprestasi
dan tidak pernah mangkir kerja, saya berpeluang mendapat hadiah umroh dari
kantor. Bila saya menang, hadiah umroh itu akan saya berikan kepada ibu tercinta.”
Mendengar jawaban itu saya menarik napas panjang. Dengan
nada agak bergetar ia melanjutkan, “Setiap hari saya pulang agar bisa mencium
tangan ibu dan mendoakannya agar ia bisa pergi umroh. Saya benar-benar ingin
membahagiakan ibu saya.” Mendengar jawaban itu, haru dan malu bercampur menjadi
satu. Air matapun mengalir deras di pipiku. Malu karena pengorbananku untuk ibuku kalah jauh dengan
driver taxi ini.
Bila selama ini saya yang membuat peserta training
berkaca-kaca. Hari ini Asep Setiawan, driver taxi itu, yang membuatku menangis
tersedu. Dia telah menjadi trainer dalam kehidupanku.
Ya, Asep Setiawan telah menjadi trainerku… bukan melalui
kata-katanya tetapi melalui tindakannya.
Buat rekan rekan yg belum berkirim kabar buat Ibu atau
sekedar telepon masak apa hari ini dan basa basi ringan. Segeralah telp atau sms beliau. Semoga ada keberkahan dan
keridhaan dari Ibu kita tercinta.
Bagi yang bundanya telah kembali menghadap Sang Kholik.
Berhentilah sejenak dan luangkan waktu untuk memanjat kan doa untuk nya saat ini atau
saat beribadah nanti.
0 Response to "Hanya Untuk Mencium Tangan Ibu"
Post a Comment