Cukup Jadi Rahasia Ayah
Aug 23, 2018
Ayah bukan sosok yang gampang meluapkan perasaannya, karena itulah kadang kita tidak paham betul dengan apa yang sebenarnya mereka rasakan. Oleh karena itu, tidak semua Ayah pandai menceritakan kejadian di tempatnya
bekerja. Perihnya dampratan atasan, keributan yang terjadi dengan rekan kerja,
fitnah dari koleganya, atau sekadar gesekan kecil antar mitra kerja yang kadang
menimbulkan percikan emosi.
Tidak sedikit Ayah yang gagap untuk memulai kata, memilih bahasa untuk bisa menyampaikannya dengan tenang. Masalah yang dialaminya di jalan, tentang motornya yang bersenggolan dengan kendaraan lain, panasnya terik yang menyengat sampai ke ubun-ubun, riuhnya macet jalan raya hingga mengeringkan tenggorokan. Belum lagi soal kereta mogok berjam-jam.
Sehingga menunda waktu tiba di rumah, hingga pupus rencana
bermain bersama anak-anak yang sudah terlelap, martabak bawaan tak lagi hangat,
bahkan semua kejadian di kantor, di jalan, di kereta, di bis, ikutan dingin
untuk diceritakan.
Ayah, tak jarang ia simpan sendiri semua kisahnya. Sebagian
Ayah memang berniat menceritakannya ke istri sesampainya di rumah. Sebagian
yang lain baru sempat kirim pesan singkat, “bu, Ayah mau cerita...” namun lama
sang istri membalasnya. Kelamaan, jadi lupa, dan tak lagi semangat bercerita.
Boleh jadi, istrinya pun sedang sibuk dengan tumpukan setrikaan.
Sebagian Ayah, justru memang sengaja tak berniat sedikit pun
menceritakan seburuk apa pun kejadian yang dialaminya di kantor, di jalan atau
di mana saja. Bukan, bukan karena ia tak percaya istrinya, tetapi karena ia
hanya ingin selalu membawa kabar positif pulang ke rumah. Tak jarang ia mampir
dulu ke kedai kopi sebelum di rumah, sebagian lain memilih menumpahkan keluh
kesahnya di masjid dekat rumah, bukan untuk menunda pulang, tetapi untuk
menenangkan batinnya, agar tak meluap emosi di rumah. Oya, beberapa Ayah sering
kali mengusap-usap atau merapikan struktur wajahnya sebelum mengetuk pintu,
agar hanya wajah ceria yang disambut istri dan anak-anaknya.
Ada yang istrinya sanggup menangkap rahasia yang dibalik
senyum suaminya, “Abang kok murung, cerita dong...” berkelebat segala baku
hantam di jalan akibat senggolan motor, juga makian atasan di kantor, tetapi
justru dijawab dengan senyum yang kadang dipaksakan, “nggak kok, nggak ada
apa-apa...” sambil bergumam, biarlah jadi rahasia Ayah.
Ada pula yang istrinya justru tidak peka. Mulai dari pesan
singkat yang lupa dijawab, sampai suaminya harus telepon, “sudah baca BBM
Ayah?” Pastinya belum, “Ya sudahlah, nggak apa-apa...” lagi-lagi, akhirnya
tetap jadi rahasia Ayah. Padahal, si Ayah mau cerita soal kerlingan perempuan
lain yang baru saja bikin deg-degan. Sengaja mau cerita agar tak jadi rahasia,
agar istrinya terus membentenginya.
Beberapa Ayah cukup sadar untuk menahan diri, sedikit sabar
untuk menunggu gilirannya bercerita. Sebab, begitu di rumah ia sudah
diberondong dengan berbagai kisah yang tak kalah serunya. Tentang uang belanja
yang menipis, pulsa listrik yang sudah nut nut nut, bayaran sekolah anak yang
harus dilunasi, cicilan rumah yang tertunggak, hutang ke warung di ujung gang,
atau pun cerita-cerita seru anak-anak di sekolah mereka... kapan giliran Ayah?
Ayah yang lain, begitu bersemangat untuk segera sampai di
rumah karena ia tahu istrinya selalu senang diajak diskusi tentang apa pun,
sampai soal remeh temeh macam sendal jepitnya yang kerap berpindah ke kolong
meja rekan kerjanya. Eh, setibanya di rumah, istri cantiknya sudah terlelap di
depan televisi, nggak tega untuk membangunkannya dari mimpi selepas nonton
drama Korea.
Sebagian istri, mungkin tak cukup pandai menyediakan hati
dan telinganya untuk menampung semua cerita sang suami. Sebagian lainnya,
mungkin juga tak siap bekal untuk mengimbangi dan memberi saran, masukan atas
semua persoalan suaminya. Syukur, masih ada kalimat pamungkas, “Sabar ya
yah...” sambil usap-usap pundak, atau kecup-kecup mesra. Memang, sebagian
masalah sepertinya bisa selesai -setidaknya lupa- kalau istri sudah terlihat
manja di pembaringan. Aih...
Harus dibatasi bahasan ini, sama sekali tak ingin
menyinggung sesuatu yang negatif dari semua yang masuk dalam rahasia Ayah. Mari
kita bicara yang positif, yang negatif urusan di lapak sebelah saja.
Lebih dari itu, sebagian Ayah tetap merahasiakan segala yang
tak perlu menjadi beban pikiran istrinya. Ia tahu betul, peran istri di rumah
tak kalah rumitnya. Tak ingin ia menambahnya, meski sang istri ikhlas. Semua
tagihan yang harus dibayar, yang perlu dibeli, yang harus diselesaikan terjawab
dengan satu kalimat, “Tenang, Ayah akan bereskan semuanya...”
“Everything is OK!” adalah kalimat sakti peneguh jiwa,
meskipun otaknya berputar untuk mencari pinjaman ke siapa lagi, padahal hutang
yang kemarin pun belum lunas. Ini juga kerap jadi rahasia Ayah. Sayangnya,
sebagian Ayah ada yang memilih jalan pintas, mengambil hak orang lain,
merekayasa anggaran kantor, demi menuntaskan semua masalahnya. Nyatanya, tak
pernah selesai masalahnya, justru bertambah.
Di tengah malam, ada sebagian Ayah yang mengadukan segala
keluhnya, semua masalah yang tak pernah menjadi rahasia bagi Sang Pemilik
Semesta. Baginya, langit tempat terbaik menyimpan rahasia.
Ayah, kerap dianggap sosok misterius, tak terduga. Ia
menyimpan banyak misteri dalam hidupnya, tak sedikit hal yang justru istri dan
anak-anaknya belum tahu. Beberapa rahasia Ayah bahkan baru terbuka di hari ia
menutup mata selamanya, sebagian rahasia lainnya ikut terkubur bersama
jasadnya. Dan tetap menjadi rahasia Ayah.
sumber : WAG